Honourable Guess

free counters

Kamis, 07 Juni 2012

Es Krim Ala Chef Anak-Anak

Ini adalah pertama kalinya aku mengambil gambar sebuah makanan. Makanan yang saya ambil fotonya adalah es krim buatan saya, Caca, dan Bayu. Semuanya dibuat saat kami bertiga ditinggal oleh Mama kami ke Jatinangor. Mama waktu itu, pergi ke tempat kakak Debby yang kuliah di Universitas Padjajaran. Semoga saya bisa menyusul kakak saya ya. Aamiin.




Bersih adalah Kami, Kami adalah Muda, Bersih adalah Muda

Ini adalah foto yang saya ambil di sekolah adik saya SDN 191 Palembang. Dengan judul bersih adalah sebagian dari iman akan sangat cocok menggambarkan hati anak-anak SD ini.





Bersih adalah Kami, Kami adalah Muda, Bersih adalah Muda


Mari, Runtuhkan Tembok Itu!


wilayah Bangka, berkeinginan untuk membangun masjid besar di kampung halamannya sendiri. Masjid yang dikenal dengan nama Masjid Jami’ Muntok itu dibangun persis di sebelah belakang Kelenteng Kuang Fuk Miau.
Kelenteng Kuang Fuk Miau itu sudah ada sejak tahun 1820-an. Untuk membangun masjid tersebut dana didapat dari sumbangan sukarela, termasuk sumbangan dari warga tionghoa, yang berandil juga dalam pembangunan masjid ini. Zhong A Tiam, seorang mayor Cina yang bertugas mengatur warga Cina perantauan di Muntok, yang beragama konghucu ikut memperkokoh bangunan masjid itu dengan turut menyumbang harta bendanya demi kelancaran pembangunanannya. Tidak hanya itu, saat masjid telah selesai dibangun A Tiam masih membantu kelancancaran ibadah umat muslim, seperti saat malam hari beliau selalu menyumbangkan minyak untuk penerangan masjid.
Sekarang sejarah itu masih terus berlanjut. Dimana? Tepat di Pulau Bangka Belitung, terjalin hubungan persaudaraan yang sangat erat dari berbagai suku dan ras disana. Pada tahun 2002 di Desa Jeliti, Kota Sungailiat, Kabupaten Bangka, didirikan tiga tempat ibadah yaitu masjid, kelenteng, dan gereja. Tiga tempat ibadah ini tidak lebih dari 50 meter. Nama ketiga tempat ini yaitu Masjid Baiturrahman, Kelenteng Dewi Kuan Yin, dan Gereja Sanata.
Seperti halnya Zhong A Tiam, kini sepertinya terlahir kembali dalam sosok seorang kakek 60 tahun yaitu Ajam. Sebenarnya Ajam merupakan pengurus kelenteng. Ajam seperti sosok yang tidak menginginkan adanya tembok pembantas di masyarakat, terutama yang disebabkan oleh agama dan ras. Beliau merupakan salah satu dari ribuan pahlawan penjaga kedamaian itu di Bangka Belitung.
Pengorbanan Ajam tidak hanya tercurah pada kelenteng itu. Karena Masjid Baiturahman belum memiliki pengurus resmi, untuk sementara Ajamlah yang setiap hari menjaga dan membersihkan masjid. Ajam menjelaskan bahwa dalam hati masyarakat sudah tertanam keinginan untuk saling menghormati dan menghargai.
Wujud konkretnya akan sangat terasa saat melihat warga Bangka Belitung saling tolong menolong tanpa pandang bulu.baik dalam bidang pekerjaan, pangan, hingga system pemerintahan. Pada saat tiba Hari Raya salah satu Umat, maka yang lain akan turut bergembira dan bersilahturahmi. Sebagai contoh di Masjid Jami’ setiap Idul Fitri dan Idul Adha diadakan solat berjemaah. Saat itu pula para pengurus kelenteng Kuang Fuk Miau menutup kelenteng dengan kain. Begitupula saat perayaan imlek para melayu muslim beramai-ramai mengucapkan selamat dan bersilahturahmi pada warga Tionghoa. Di dalam hati setiap manusia memang meraskan bahwa hidup bersama dengan kedamaian adalah sangat indah, Hal itu telah dibuktikan oleh suri tauladan kita di Bangka Belitung, yang hidup nyaman dengan berbaur bersama. Oleh karena itu “Mari kita runtuhkan tembok pembatas itu!”

Site Meter